Setiap sebulan sekali, siswa SMA di sekolah kami diwajibkan mengikuti kegiatan renang oleh guru olahraga. Saya ingat betul, itu dilakukan di hari jumat. Pada setiap sesi, siswa diminta berenang dari jarak terpanjang kolam renang. Untuk yang pandai berenang, ini tentu bukan masalah. Bagi yang payah seperti saya, tentu ini menjadi ujian mental. Bagi yang tidak bisa berenang, guru olahraga memberikan keringanan kepada kami untuk berjalan di jarak terpendek kolam renang. Ya, berjalan, karena orang-orang itu tidak bisa berenang setelah menceburkan dirinya ke kolam di bagian yang terdangkal.
Kebetulan waktu itu saya berangkat renang bareng sama dia. Waktu renang laki-laki dan perempuan dibedakan. Laki-laki lebih awal mendapatkan giliran, jadi kami saling menunggu. Biasanya, sebelum pulang, kami makan bareng dulu, ya memang biasanya juga lapar setelah lelah berenang. Mie ayam atau bakso menjadi pilihan klasik.
Tapi waktu itu saya merasa harus langsung mengantar dia pulang, karena saya juga harus segera pulang ke rumah. Tidak lain dan tidak bukan karena siang itu ada pertandingan Timnas Sepak Bola Indonesia. Rasanya saya tidak boleh melewatkan pertandingan penting internasional itu. Saya lupa apakah itu ajang SEA Games atau apa.
Di perjalanan, dia melihat gerak-gerik saya yang terburu-buru. Mood-nya seketika berubah. Tiba-tiba kalimat sakti yang khas itu pun keluar.
“Turunin aku di sini,” katanya.
Saya tahu, untuk laki-laki, itu hanya gertakan. Sedangkan jarak ke rumahnya masih 10 kilometer. Akhirnya saya goyah, saya menurunkan dia di tengah perjalanan, tepat di persimpangan menuju rumah saya, setelah kalimat sakti itu diulangi berkali-kali dengan intonasi yang sudah tidak terkendali. Gerakannya pun membahayakan kami karena seolah dia akan meloncat dari jok motor untuk memaksa turun. Dia berpindah menggunakan angkutan umum, melanjutkan perjalanan pulang. Positifnya, saya bisa langsung pulang dan menonton Timnas Indonesia. Tidak bertengkar di perjalanan juga sebuah hal yang positif.
Kenapa saya mengingat momen ini? Karena saya merasa itu tindakan tidak gentle, yang seharusnya tidak saya ulangi. Dari kejadian itu saya sinau bahwa tidak semua yang diucapkan manusia sama dengan apa yang dia pikirkan, apalagi kalimat “Turunin aku di sini” dan “Aku enggak apa-apa”.
(Ditulis sambil mengikuti Perumba Fest, dapat hadiah Rp100.000 karena menjawab pertanyaan, tapi baru bisa diklaim kalau sudah membuat rekening di salah satu bank swasta)
*Foto: Pexels/Alex Magnusson